by sampristi
Remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak dan dewasa, pada masa ini ada juga keraguan terhadap peran yang akan dilakukan. Remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Remaja mulai mencoba-coba bertindak dan berperilaku seperti orang dewasa, misalnya merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks. Tindakan ini tidak
sesuai dengan norma atau aturan yang berlaku di masyarakat. Apabila tidak dikendalikan dapat menjurus kepada tindak kejahatan. Sebagai contoh: remaja dari keluarga tidak mampu kecanduan obat-obatan terlarang, orang tuanya tidak bisa memberikan uang sebagai alat untuk pemuas kebutuhan sehingga tidak ada jalan lain kecuali mencuri uang temannya. Pencurian ini tergolong kejahatan yang dilakukan
oleh remaja atau yang lebih dikenal sebagai kenakalan remaja (juvenile delinquency).
Minddendorff mengemukakan pendapatnya pada salah satu karangan Kartini Kartono (2002:3) menyatakan bahwa ada kenaikan jumlah juvenile delinquency (kejahatan anak remaja) dalam kualitas, dan peningkatan dalam kegarangan serta kebengisannya yang lebih banyak dilakukan dalam aksi-aksi
kelompok daripada tindak kejahatan individual. Fakta kemudian menunjukkan bahwa semua tipe kejahatan remaja itu semakin bertambah jumlahnya dengan semakin lajunya perkembangan industrialisasi dan urbanisasi. Di kota-kota industri dan kota besar yang cepat berkembang secara fisik, terjadi kasus kejahatan yang jauh lebih banyak daripada dalam masyarakat primitif atau di desa-desa. Di Indonesia masalah kenakalan remaja telah mencapai tingkat yang cukup meresahkan masyarakat.
Pengaruh sosial dan kultural memainkan peranan yang besar dalam pembentukan atau pengkondisian tingkah laku kriminal anak-anak remaja. Perilaku anak-anak ini
menunjukkan tanda-tanda kurang atau tidak adanya korfomitas terhadap normanorma
sosial, mayoritas juvenile delinquency berusia di bawah 21 tahun. Anak
tertinggi tindak kejahatan ada pada usia 15-19 tahun dan sesudah umur 22 tahun,
kasus kejahatan yang dilakukan oleh delinkuen menjadi menurun.
Kejahatan seksual banyak dilakukan oleh anak-anak usia remaja sampai
dengan umur menjelang dewasa, dan kemudian pada usia pertengahan. Tindak
merampok, menyamun dan membegal, 70% dilakukan oleh orang-orang muda
berusia 17-30 tahun. Selanjutnya, mayoritas anak-anak muda yang terpidana dan
dihukum disebabkan oleh nafsu serakah untuk memiliki, sehingga mereka banyak
melakukan perbuatan mencopet, menjambret, menipu, merampok, menggarong, dan
lain-lain. Dalam catatan kepolisian pada umumnya jumlah anak laki-laki yang
melakukan kejahatan dalam kelompok geng-geng diperkirakan 50 kali lipat daripada
geng anak perempuan, sebab anak perempuan pada umumnya lebih banyak jatuh ke
limbah pelacuran, promiskuitas (bergaul bebas dan seks bebas dengan banyak pria)
dan menderita gangguan mental, serta perbuatan minggat dari rumah (Kartini Kartono,2002:7).
Kenakalan remaja dapat didefinisikan sebagai suatu perbuatan yang
melanggar norma, aturan atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau masa transisi antara anak-anak dan dewasa. Dengan kata lain,, kenakalan
remaja merupakan tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja
melanggar peraturan masyarakat maupun hukum yang ditetapkan pemerintah.
Perbuatan remaja mencopet, menjambret, menipu, menggarong merupakan perbuatan
yang tidak bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya, karena dapat dikategorikan
sebagai perbuatan yang melanggar hukum.
Kenakalan remaja perlu diatasi dengan segera, berbagai pihak ikut
bertanggung jawab mengenai masalah ini, seperti kelompok edukatif di lingkungan
sekolah, pemerintah, hakim dan jaksa di bidang penyuluhan dan penegakan hukum,
kepolisian, masyarakat serta peranan keluarga. Kepolisian dengan tugas memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat diharapkan andilnya
dalam mengatasi kenakalan remaja. Polwiltabes Semarang sebagai lembaga institusi
POLRI ( Kepolisian Republik Indonesia) di kewilayahan Kota Besar Semarang ikut
bertanggung jawab dalam penanganan kenakalan remaja sebab kasus-kasus
kenakalan remaja sudah semakin merebak di Kota Semarang, hal ini dapat dilihat dari
keterlibatan remaja dalam masalah narkotik dan obat-obatan terlarang, tawuran antar
pelajar, dan sebagainya.